Orang Tuamu Bukan Barang Rongsokan

Dulu pernah ada tradisi membuang orang yang sudah tua ke hutan. Mereka yang dibuang adalah orang tua yang sudah tidak berdaya, sehingga tidak memberatkan kehidupan anak - anaknya.

Pada suatu hari, ada seorang pemuda yang berniat membuang ibunya ke hutan. Karena si Ibu telah lumpuh dan agak pikun. Si pemuda tampak bergegas menyusuri hutan sambil menggendong ibunya. Si Ibu yang kelihatan tak berdaya, berusaha menggapai setiap ranting pohon yang bisa diraihnya lalu mematahkannya dan menaburkannya di sepanjang jalan yang mereka lalui.

Sesampai di dalam hutan yang sangat lebat, si anak menurunkan Ibu tersebut dan mengucapkan kata perpisahan sambil berusaha menahan sedih karena ternyata dia tidak menyangka tega melakukan perbuatan ini terhadap Ibunya.

Justru si Ibu yang tampak tegar..........

Dalam senyumnya, dia berkata, 'Anakku, Ibu sangat menyayangimu. Sejak kau kecil sampai dewasa, Ibu selalu merawatmu dengan segenap cintaku. Bahkan sampai hari ini, rasa sayangku tidak berkurang sedikitpun. Tadi Ibu sudah menandai sepanjang jalan yang kita lalui dengan ranting-ranting kayu. Ibu takut kau tersesat. Ikutilah tanda itu agar kau selamat sampai di rumah".

Setelah mendengar kata-kata tersebut, si anak menangis dengan sangat keras. Kemudian langsung memeluk ibunya dan kembali menggendongnya untuk membawa si Ibu pulang ke rumah. Pemuda tersebut akhirnya merawat Ibu yang sangat mengasihinya sampai Ibunya meninggal.

PESAN MORAL:
"Orangtua" bukan barang rongsokan yang bisa dibuang atau diabaikan setelah terlihat tidak berdaya. Karena pada saat engkau Sukses atau saat engkau dalam keadaan Susah, hanya 'orangtua' yang mengerti kita dan bathinnya akan menderita jika kita susah.

"Orangtua" kita tidak pernah meninggalkan kita, bagaimanapun keadaan kita. Walaupun kita pernah kurang ajar kepada orangtua. Namun Bapak dan Ibu kita akan tetap mengasihi kita.

Mulai sekarang, mari kita lebih mengasihi orangtua kita
selagi mereka masih hidup. Walau kadang mereka berbuat berbagai kesalahan, maafkan lah dg hati lapang...karena penyesalan selalu datang terlambat.

LI-LY dan IBU MERTUA

Dulu sekali di negeri Cina, hiduplah seorang gadis bernama Li-Li yang menikah dan tinggal di wisma mertua indah. Dalam tempo singkat, Li-Li tahu bahwa ia tidak cocok sama sekali dengan ibu mertuanya. Karakter mereka jauh berbeda, dan Li-Li sangat berang terhadap banyak kebiasaan ibu mertuanya. Juga, mertuanya itu terus menerus mengritiknya.

Hari berganti hari, begitu
 pula bulan berganti bulan. Li-Li dan ibu mertuanya tidak pernah berhenti berdebat dan bertengkar. Yang memperburuk suasana ialah adat kuno Cina di mana Li-Li dituntut harus selalu menundukkan kepala untuk menghormati mertuanya dan mentaati semua kemauannya. Semua kemarahan dan ketidakbahagiaan di dalam rumah itu menyebabkan kesedihan yang mendalam pada hati suami Li-Li, seorang yang berjiwa sangat sederhana.

Akhirnya, Li-Li tidak bisa tahan lagi terhadap sifat buruk dan kesewenang-wenangan ibu mertuanya, dan ia benar-benar telah bertekad untuk melakukan sesuatu. Li-Li pergi menjumpai seorang teman ayahnya yaitu tuan Wang yang mempunyai Toko Obat Cina. Ia menceritakan situasinya dan minta diberikan ramuan racun untuk dapat menuntaskan masalahnya dalam sekali pukul.

Sinshe Wang berpikir keras sejenak dan akhirnya berkata: “Li-Li, saya mau membantu kamu menyelesaikan masalahmu, tetapi kamu harus mendengarkan saya dan mentaati apa yang saya sarankan.” Li-Li berkata, “OK pak Wang, saya akan mengikuti apa saja yang bapak katakan yang harus saya perbuat.”

Sinshe Wang masuk ke ruang belakang, dan kembali beberapa menit kemudian dengan sebungkus ramuan obat. Ia berkata kepada Li-Li, “Kamu tidak bisa memakai racun keras yang mematikan seketika untuk meyingkirkan ibu mertuamu, karena hal itu akan membuat semua orang menjadi curiga. Oleh karena itu, saya memberi kamu ramuan beberapa jenis tanaman obat yang secara perlahan-lahan akan menjadi racun di dalam tubuhnya. Setiap hari sediakan makanan yang enak-enak dan masukkan sedikit ramuan obat ini ke dalamnya. Maka, supaya tidak ada yang curiga saat ia mati nanti, kamu harus hati-hati sekali dan bersikap sangat bersahabat dengannya. Jangan berdebat dengannya, taati semua kehendaknya, dan perlakukan dia seperti seorang ratu.”

Li-Li sangat bahagia. Ia berterima kasih kepada tuan Wang dan buru-buru pulang ke rumah untuk memulai rencananya untuk membunuh ibu mertuanya.

Minggu demi minggu, bulan demi bulan telah lewat, dan setiap hari Li-Li melayani mertuanya dengan makanan yang sudah “dibumbuinya”. Ia mengingat semua petunjuk tuan Wang tentang hal mencegah kecurigaan, maka mengendalikan amarahnya, mentaati ibu mertuanya dan memperlakukannya seperti ibunya sendiri.

Setelah enam bulan lewat, suasana di dalam keluarga itu berubah secara drastis. Li-Li sudah mampu mempraktekkan pengendalian amarahnya sedemikian rupa sehingga ia menemukan dirinya tidak pernah lagi marah atau kesal.Ia tidak pernah berdebat dengan ibu mertuanya selama enam bulan terakhir karena ia menemukan bahwa ibu mertuanya kini tampaknya lebih ramah dan lebih mudah untuk diajak hidup bersama.

Sikap ibu mertua terhadap Li-Li telah berubah, dan ia mulai mencintai Li-Li seperti puterinya sendiri. Ia terus menceritakan kepada kawan-kawan dan sanak familinya bahwa Li-Li adalah menantu yang paling baik yang mungkin ia peroleh. Li-Li dan mertuanya saling memperlakukan satu sama lain seperti layaknya seorang ibu dan anak yang sesungguhnya. Suami Li-Li sangat bahagia menyaksikan semua yang terjadi ini.

Suatu hari, Li-Li pergi menjumpai sinshe Wang dan meminta bantuannya sekali lagi. Ia berkata, “Pak Wang yang baik, tolong saya untuk mencegah supaya racun yang saya berikan kepada ibu mertua saya jangan sampai membunuhnya! Ia telah berubah menjadi seorang wanita yang begitu baik, sehingga saya mencintainya seperti kepada ibu saya sendiri. Saya tidak mau ia sampai mati karena racun yang pernah saya berikan kepadanya.”

Tuan Wang tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepalanya. “Li-Li, tidak ada yang perlu kamu khawatirkan. Saya tidak pernah memberi kamu racun. Ramuan yang saya berikan kepadamu itu hanyalah ramuan penguat badan untuk memperbaiki kondisi kesehatan beliau. Satu-satunya racun yang ada ialah yang terdapat di dalam pikiranmu sendiri dan di dalam sikapmu terhadapnya, tetapi semuanya itu telah disapu bersih dengan cinta yang kamu berikan kepadanya.”

* * * * *

Sadarkah anda bahwa sebagaimana anda memperlakukan orang lain maka demikianlah persis bagaimana mereka akan memperlakukan anda? Ada pepatah Cina kuno yang berkata: “Orang yang mencintai orang lain akan dicintai juga sebagai balasannya.” Tuhan mungkin mencoba bekerja di dalam kehidupan orang lain melalui anda.

Don't Judge


Di sebuah gerbong kereta api yang penuh, seorang pemuda berusia kira-kira 24 tahun melepaskan pandangannya melalui jendela. Ia begitu takjub melihat pemandangan sekitarnya. Dengan girang, ia berteriak dan berkata kepada ayahnya:

”Ayah, coba lihat, pohon-pohon itu… mereka berjalan menyusul kita”.

Sang ayah hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala dengan wajah yang tidak kurang cerianya. Ia begitu bahagia mendengar celoteh putranya itu.

Di samping pemuda itu ada sepasang suami-istri yang mengamati tingkah pemuda yang kekanak-kanakan itu. Mereka berdua merasa sangat risih. Kereta terus berlalu. Tidak lama pemuda itu kembali berteriak:

“Ayah, lihat itu, itu awan kan…? lihat… mereka ikut berjalan bersama kita juga…”.

Ayahnya tersenyum lagi menunjukkan kebahagiaan.

Dua orang suami-istri di samping pemuda itu tidak mampu menahan diri, akhirnya mereka berkata kepada ayah pemuda itu:

“Kenapa anda tidak membawa anak anda ini ke dokter jiwa?”

Sejenak, ayah pemuda itu terdiam. Lalu ia menjawab:
“Kami baru saja kembali dari rumah sakit, anakku ini menderita kebutaan semenjak lahir. ia baru dioperasi, dan hari ini adalah hari pertama dia bisa melihat dunia dengan mata kepalanya”.

Pasangan suami itu pun terdiam seribu bahasa.

Moral story:

Setiap orang mempunyai cerita hidup masing-masing, oleh karena itu jangan memvonis seseorang dengan apa yg kita lihat saja. Barangkali saja bila kita mengetahui kondisi sebenarnya kita akan tercengang....

Lingkaran Sempit


kelak ketika kamu beranjak usia , hidupmu akan semakin disibukan oleh banyak hal , saat itu kamu akan sadar , bahwa kamu merasa jauh dari teman.

atau , teman-temanmu yang semakin jauh , sibuk dalam dunianya masing-masing.

ketika itu aku paham akan kata seseorang bahwa “teman itu bukan seberapa banyak , tapi seberapa dalam”.

kelak , hanya akan sedikit dari teman-teman mu yang menanyakan kabarmu , mengajakmu jalan-jalan , atau berkumpul. Mungkin pun sekedar reuni sehari di sekolah , setelah itu kembali ke posisi masing-masing.

kelak hanya akan sedikit temanmu yang bisa kamu ajak bicara , berbagi pendapat tentang idealisme dan banyak hal lain dimasa muda , hingga ketika kamu hendak menghubungi mereka dari handphone mu , kamu pun mulai menyeleksi mereka dengan sendirinya.

yang akan kamu hubungi adalah teman yang terdekat , sebuah kedekatan yang dibangun dimasa muda , bukan sekedar tau nama , sapa sekali , kemudian lupa.

kelak hanya akan sedikit dari temanmu yang ingat tanggal lahirmu , itu tidak begitu penting bukan ?

kelak ketika usia mu semakin beranjak , kamu akan tahu dengan sendirinya berapa sebenarnya teman yang kamu miliki.

ketika kamu menyadarinya , kamu akan sangat bersyukur memilikinya , bukankah sesuatu yang sedikit itu justru sangat nikmat dan berkesan ?

kelak lingkaranmu akan semakin sempit , tapi justru semakin dalam.

iya , teman itu bukan seberapa banyak yang kamu miliki , tapi seberapa dalam :)

Sumber : http://kurniawangunadi.tumblr.com/post/33194355679/tulisan-lingkaran-sempit

hujan, senja, dan doa dalam rindu


Kalau rindu itu berbentuk hujan. Mungkin di tempatmu sekarang, hujan akan mengalir deras, karena ia mengirimkan pesan-pesan rindu tiada henti.

Kalau rindu berbentuk senja. Kujamin malam takkan datang, dan matahari akan tetap bertahan, menyampaikan rindu dalam semburat cahayanya.

Tapi walau rindu itu seindah senja dengan semburat cahayanya atau hujan dengan bau romantisnya. Aku tetap akan memilih rindu dalam bentuk doa. Karena pesan akan selalu lebih indah jika tersampaikan langsung melalui-Nya. Langsung menyelinap ke dalam relung hatimu yang terdalam, mengingatkan bahwa aku ada.

Sumber : http://nayasa.tumblr.com/post/32825112590

Pohon Apel dan Anak Lelaki

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel yang besar dan anak laki-laki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Pohon apel sangat mencintai anak tersebut. Waktu terus berlalu, anak lelaki itu tumbuh besar dan tidak lagi bermain dengan pohon apel itu.

Namun, suatu hari ia mendatangi pohon apel dan wajahnya tampak sedih.

“Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel itu.

“Ah aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi,” jawab anak lelaki itu. “Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tidak punya uang untuk membelinya.”

Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang, tapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kesukaanmu.”

Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan suka cita. Namun, sesudahnya anak lelaki tersebut tidak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.

Pada suatu hari, anak lelaki itu datang kembali. Pohon apel sangat senang melihatnya datang.

“Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,” kata pohon apel.

“Aku tak punya waktu,” jawab anak lelaki itu. “Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kamu menolongku?”

“Duh, maaf akupun tak punya rumah, tapi kau boleh menebang semua dahan dan rantingku untuk membangun rumahmu,” kata pohon apel.

Kemudian, anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat bersuka cita menyambutnya.

“Ayo bermain-main lagi denganku,” kata pohon apel.

“Aku sedih,” kata anak lelaki itu. “Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Maukah kau memberiku sebuah kapal untuk berlayar?”

“Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah.”

Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia berlayar dan tak pernah datang lagi menemui pohon apel itu.

Setelah bertahun-tahun kemudian, akhirnya anak lelaki itu datang lagi.

“Maaf anakku,” kata pohon apel. “Aku sudah tidak punya buah apel lagi untukmu.”

“Tak apa, akupun sudah tidak punya gigi untuk menggigit buah apelmu,” Jawab anak lelaki itu.

“Aku sudah benar-benar tak punya apa-apa lagi yang bisa kuberikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini,” kata pohon apel sambil menitikkan air mata.

“Aku tidak memerlukan apa-apa lagi sekarang,” kata anak lelaki itu. “Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu.”

“Ooh bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.”

Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.

Ini adalah sebuah kisah untuk kita semua. Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apapun, orang tua kita akan selalu di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Kamu mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar kepada pohon itu, tetapi begitulah umumnya cara kita memperlakukan orang tua kita. Berilah perhatian dan kasih sayang kamu pada orang tua. Dan yang terpenting, cintailah orang tua kita. Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintai mereka dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan mereka berikan kepada kita. Berbagilah selama waktu masih ada.

biru

Paling menyenangkan dalam hidup ini adalah jatuh cinta. Dan yang paling menyedihkan adalah saat kamu tersadar bahwa kamu hanya mencinta sendiri. Tapi ada yang bilang bahwa, cinta terbaik adalah saat kamu menerima bahwa dia yang kamu cintai tetap bahagia walau tidak bersama denganmu lagi.

Pedih? Iyah saya tahu pedih. Saya sedang dalam fase menerima bahwa saya harus tetap bahagia dan maju jalan terus ke depan, karena saya tidak lagi bersama dengan dia yang saya cintai. Dia yang sudah bersama dengan yang lain, dan saya yang harus mencari lagi yang baru. Pedih pula rasanya melihat dia ternyata juga sama bahagia (atau mungkin lebih) saat bercengkrama dengan yang lain. Pedih karena bukan kamu yang berada di posisi itu. Bercanda-tawa. Bersenandung lagu yang sama. Berbincang tentang banyak hal, tentang pagi, siang, dan sore harimu. Tentang seberapa indah lagu-lagu yang dinyanyikan oleh burung-burung menyambut mentari.

Tapi hidup akan terus berjalan, bukan? Dan cintamu bukan hanya untuk dia saja yang berada pada masa lalumu. Cinta tetap harus dibangun dan kembali diberikan kepada yang ingin menerimanya dan tetap harus utuh. Beranjak dari masa lalu bukanlah hal yang mudah, tapi memandang dengan berani masa depan dan siap melangkah adalah luar biasa. Lalu kamu ingin menjadi bayang-bayang atas masa lalumu, atau menjadi ksatria untuk masa depanmu? Itu pilihanmu.

Kenangan bukan untuk dilupakan, tapi untuk diingat bahwa kamu pernah belajar, ada yang namanya masa lalu, baik itu buruk ataupun benar-benar sampai kamu harus merangkak tertatih meninggalkannya.

Kisah Monyet dan Angin

Seekor monyet sedang berdiam di pucuk pohon kelapa.
Dia tidak sadar sedang diintip oleh tiga angin besar, yaitu Angin Topan, Tornado dan Angin Bahorok.
Tiga angin itu rupanya bertaruh siapa yang bisa paling cepat menjatuhkan si monyet dari pohon kelapa.
Angin topan bilang, "Aku cuma perlu waktu 45 detik"
Dengan sombongnya angin tornado tidak mau kalah, dan ia pun berucap "30 detik saja aku bisa menjatuhkan monyet itu !"
Angon bahorok tersenyum meledek dan berkata "15 detik juga jatuh monyet itu dengan hepasanku"
Akhirnya satu persatu ketiga angin itu maju.

Angin Topan meniup sekencang-kencangnya, Whuussss,,
Merasa ada angin besar yang datang, si monyet langsung berpegangan pada batang pohon kelapa, Dia pegang sekuat-kuatnya. Setelah beberapa menit berlalu,
si monyet tetap berada di atas pohon kelapa dengan pegangan kuatnya. Dengan penuh rasa malu angin topan pun menyerah.

Giliran Angin Tornado, Whusss,,, Whusss, dengan sekencang-kencangnya Tornado meniup si monyet dan monyetpun tidak jatuh karena memegang dengan erat .
Beberapam menit berselang, Angin tornado pun akhirnya menyerah.

Terakhir Angin Bahorok, lebih kencang lagi dia meniup Whuss,,, Whusss, WHUSSS,,,
Si monyet semakin erat memegang pohon kelapa dan tetap berada di atas pohon kelapa.
Ketiga angin besar itu pun akhirnya mengakui, si monyet memang hebat dan tangguh.

Tidak lama datanglah Angin sepoi-sepoi, "Aku juga ingin ikut mencoba menjatuhkan si monyet" pinta angin sepoi-sepoi.
Keinginan tersebut ditertawakan oleh ketiga angin lainnya. "Yang besar seperti kami saja tidak dapat menjatuhkan monyet itu, bagaimana
angin kecil seperti kamu?" ejek salah satu dari mereka.

Tanpa menghiraukan ejekan angin lainnya, angin sepoi-sepoi langsung meniup kepala si monyet dengan nyaman.
Fhuuuuuu...
"Wah enak sekali anginnya, adem dan sejuk" ujar monyet sambil mulai menikmati tiupan angin sepoi sepoi dan mulai tertidur.
Tiba-tiba lepaslah pegangan si monyet dan monyet itupun jatuh dari atas pohon kelapa.
Ketiga angin besar lainnya menonton dengan sangat takjub.

Pesan moral :
Boleh jadi ketika kita diuji dengan kesusahan, dicoba dengan penderitaan, didera dengan malapetaka. Kita kuat bahkan lebih kuat dari sebelumnya.
Tetapi saat kita diuji dengan kenikmatan, kesenangan dan kelimpahan. Di sinilah kejatuhan itu terjadi.
Jangan sampai kita terlena, tetap rendah hati dan mawas diri, ingatlah kita hanya hidup sementara di dunia ini.
Dan jadikan diri kita manusia yang bijak dan tetap bersyukur.
Selamat menjalani hari ini dengan punuh rasa syukur.

Sopan Santun

Seorang pensiunan guru berjalan menuju kasir di K-Mart, supermarket yang lumayan terkenal di kota itu. Kaki kirinya terasa sakit, ia berharap tidak lupa untuk meminum semua pilnya tadi pagi. Satu pil untuk tekanan darah tinggi, satu pil untuk pusing-pusing, dan satu pil lagi untuk penyakit rematiknya yang kadang kambuh.

“Syukurlah aku telah pensiun beberapa tahun lalu” katanya kepada diri sendiri. “Masihkah aku kuat mengajar anak-anak sekarang ?”

Begitu tiba di depan antrian kasir yang penuh, ia melihat seorang lelaki dengan empat orang anak beserta istrinya yang hamil. Mantan guru itu tidak dapat melepaskan pandangannya dari tato di leher orang itu. “Pasti ia pernah dipenjara”, pikirnya.

Ia terus memperhatikan penampilan pria itu. Dari cara pria itu berpakaian, mantan guru itu berkesimpulan bahwa ia adalah seorang anggota geng. Mata pensiunan tua itu tambah terperanjat ketika melihat kalung yang dikenakannya, bertuliskan “Parlson” – pasti ini adalah nama orang itu. Parlson dikenal sebagai kepala geng di daerah itu, tidak ada satupun orang yang berani padanya. Ia dikenal sebagai orang yang tidak ramah.

Sewaktu Parlson datang ke rombongan antrian, spontan orang-orang menyediakan tempat kepada dia untuk antri terlebih dulu. Setelah Parlson hampir tiba di antrian terdepan, matanya tertuju pada mantan guru itu.

“Silahkan Anda lebih dulu” mantan guru itu berkata.

“Tidak, Anda yang harus lebih dulu..” balas lelaki itu.

“Tidak, anda membawa istri dan banyak anak, anda harus antri lebih dulu” kata mantan guru itu kepada Parlson.

“Kami sangat menghormati orang tua..” tegas lelaki itu. Dan bersamaan dengan itu, dengan gerak tangannya yang sangat sopan, ia menyilahkan wanita tua itu untuk mengambil tempat didepannya.

Seulas senyum tergurat pada bibirnya ketika sang mantan guru lewat di depan lelaki itu. Tetapi sebagai seorang yang berjiwa guru, ia tidak dapat melewatkan kejadian istimewa ini begitu saja. Mantan guru itu lalu berpaling ke belakang.

“Anda sopan sekali.. terima kasih, siapa yang mengajarkan ini kepada Anda ?”

Dengan sikap yang sangat hormat, lelaki itu berkata, “Tentu saja Anda, Ibu Simpson, sewaktu saya masih kelas tiga dulu.”

Lelaki itu kemudian mengambil sikap menunduk dengan hormat – lalu pergi menuju antrian yang paling belakang.

(Dari “The Babyflight” oleh Paul Karrer)

Alergi Hidup

Seorang pria mendatangi seorang Guru. Katanya, "Guru, saya sudah bosan hidup. Benar-benar jenuh. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang saya lakukan selalu gagal. Saya ingin mati."

Sang Guru tersenyum, "Oh, kamu sakit." "Tidak Guru, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati." Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Guru meneruskan, "Kamu sakit. Dan penyakitmu itu bernama, 'Alergi Hidup'. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan."

Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan.

Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan ini mengalir terus, tetapi kita menginginkan keadaan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. Penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit.

Usaha, pasti ada pasang-surutnya. Dalam berumah-tangga, pertengkaran kecil itu memang wajar. Persahabatan pun tidak selalu langgeng. Apa sih yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita.

"Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu benar-benar bertekad ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku." kata sang Guru.

"Tidak Guru, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup." Pria itu menolak tawaran sang Guru.

"Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?"
"Ya, memang saya sudah bosan hidup."

"Baiklah. Kalau begitu besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini. Malam nanti, minumlah separuh isi botol ini. Sedangkan separuh sisasnya kau minum besok sore jam enam. Maka esok jam delapan malam kau akan mati dengan tenang."

Kini, giliran pria itu menjadi bingung. Sebelumnya, semua Guru yang ia datangi selalu berupaya untuk memberikan semangat hidup.

Namun, Guru yang satu ini aneh. Alih-alih memberi semangat hidup, malah menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati.

Setibanya di rumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut "obat" oleh sang Guru tadi. Lalu, ia merasakan ketenangan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah.

Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran Jepang. Sesuatu yang tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir.
Ini adlaah malam terakhirnya. Ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya amat harmonis.

Sebelum tidur, ia mencium bibir istrinya dan berbisik, "Sayang, aku mencintaimu." Sekali lagi, karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis!

Esoknya, sehabis bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Setengah jam kemudian ia kembali ke rumah, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir
kopi . Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istripun merasa aneh sekali, "Sayang, apa yang terjadi hari ini? Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku, sayang."

Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Stafnya pun bingung, "Hari ini, Bos kita kok aneh ya?" Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan menghargai terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya.

Pulang ke rumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, "Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu." Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, "Ayah, maafkan kami semua.
Selama ini, ayah selalu tertekan karena perilaku kami."

Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya?

Ia mendatangi sang Guru lagi. Melihat wajah pria itu, rupanya sang Guru langsung mengetahui apa yang telah terjadi, "Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh. Apabila kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai
kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan."

Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Guru, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Konon, ia masih mengalir terus. Ia tidak pernah lupa hidup dalam kekinian. Itulah sebabnya, ia selalu bahagia, selalu tenang, selalu HIDUP!

Sedekah Buntut Singkong

Ada seorang penjual gorengan bernama Sutikno yang punya kebiasaan menyisakan buntut singkong goreng yang tak terjual. Sebelum pulang ke rumah, dia selalu memberikan sisa gorengan tersebut pada seorang bocah yang sering bermain di dekat tempatnya mangkal.

Tanpa terasa sudah dua puluh empat tahun Sutikno menjalani bisnis jual gorengannya tanpa ada perubahan yang berarti, masih mangkal di tempat yang sama dengan omset penjualan yang tidak berubah pula. Suatu hari datang seorang pria dengan penampilan elegan dan membawa mobil mewah berhenti di depan gerobaknya sambil bertanya,”Ada gorengan buntut singkong Bang?” “Kagak ada mas! Yang ada pisang sama singkong goreng”, balas Sutikno. “Saya kangen ama buntut singkongnya. Dulu waktu kecil dan ketika ayah saya baru meninggal tidak ada yang membiayai hidup saya. Teman-teman mengejek saya karena tidak bisa beli jajan. Saya waktu itu lalu lalang di depan gerobak abang, lalu abang memanggil saya dan memberi sepotong buntut singkong goreng,” ujar pria itu.

Sutikno terperangah, dia tidak mengira sepotong buntut singkong yang biasanya dibuang, bisa membuat pria itu mendatanginya dengan keadaan yang benar-benar berbeda. “Yang saya berikan dulu itukan cuma buntu singkong. Kenapa kamu masih ingat sama saya?” tanya penjual gorengan itu penasaran. “Abang tidak sekedar memberi saya buntut singkong, tapi juga kebahagiaan,” papar pria itu. Sesuatu yang dianggap remeh, tapi baginya hal itu membuat sangat bahagia sehingga ia berjanji suatu saat akan membalas budi baik penjual gorengan itu.

“Saya mungkin tidak bisa membalas budi baik Abang. Tapi, saya ingin memberangkatkan Abang berhaji. Semoga Abang bahagia,” ujar si pria. Penjual gorengan itu hampir-hampir tak percaya, inikah balasan dari bersedekah gorengan buntut singkong…

Menunggu


pada hakikatnya , setiap jengkal hal yang sedang kita lakukan ini adalah tentang menunggu

menunggu mati terutama

diantara menunggu kematian itu

kita menunggu hal-hal lain yang selalu menjadi misteri di masa depan

1 menit kedepan

1 jam kedepan
1 hari kedepan

1 tahun kedepan

diantara hal yang paling membuat kita merasa sangat lemah adalah menunggu kehadiran seseorang yang mampu menggenapkan sebuah hal yang tadinya setengah menjadi 1

seperti itulah  …

pada akhirnya , kita dituntut untuk terus konsisten terhadap apa yang kita tunggu

bersabarlah karena sesuatu yang ditunggu itu pasti akan datang …

sesuatu yang dijanjikan , bukan sekedar iming-iming

sesuatu yang dipastikan , bukan sekedar perkara mimpi

pada akhirnya , orang yang berhasil menyelesaikan waktu menunggunya dengan baik adalah orang-orang yang beruntung

mengisi waktu menunggu nya dengan berbagai hal yang membuatnya menjadi lebih baik …

entah dengan membaca buku

ataupun sekedar memahami kehidupan …

sekiranya kita tahu bahwa menunggu adalah sebuah kepastian

kenapa kita terus menerus berusaha menolak untuk sabar menunggu

padahal di depan sana …

ada sesuatu hal yang dipersiapkan untuk hadiah kesabaranmu …

jangan beranjak dari tempatmu , atau kamu akan kehilangan …

kehilangan apa ? tidak seorang pun tahu hingga ia melewati masa menunggunya dan bertemu dengan hal itu …

maka bersabarlah dalam hidup … .

kita sedang menunggu mati … , hal terakhir yang kita tunggu …

Sumber : http://kurniawangunadi.tumblr.com/post/25843962302/tulisan-menunggu

Memerangi Rasa Malas


Mengapakah kesibukan hidupmu hanya bertarung dengan rasa malas, saat semua orang sedang mengambil keuntungan dari kerja keras?

Hidup ini tidak mudah.

Tidak ada orang yang hidupnya mudah. Yang ada adalah orang yang memampukan dirinya lebih kuat daripada kesulitan hidup.

Jika mereka mampu, mengapakah engkau tidak?

Jika mereka bisa merajinkan diri, mengapakah engkau tetap memelihara rasa malasmu?

Ini hidupmu.

Jika bukan engkau yang menjadikannya baik, siapa lagi?

Come now, get up!

This is your life. Make it great!

~Mario Teguh

Percaya, ini Nyata


Suatu hari nanti, kalian semua akan jatuh cinta tanpa dibuat-buat.
Tanpa perasaan posesif kekanak-kanakan atau rasa ingin pamer kasih sayang yang berlebihan.
Akan kalian temui seseorang yang membuat kalian jatuh hati tanpa alasan.
Yang membuat kalian tidak takut pada jutaan omong kosong soal sakitnya patah hati.
Yang membuat kalian sudi menjadi diri kalian sendiri.
Tidak dengan ucapan manis atau perilaku yang berpura-pura.
Kalian akan jatuh cinta dengan seadanya, tapi juga dengan segalanya.
Kalian akan jatuh cinta dan berani mempertanggungjawabkannya.
Bukan dengan pujian palsu atau rasa kagum sesaat.
Tapi dengan tatap mata dan rasa saling percaya.
Suatu waktu nanti akan datang seseorang yang datang dan membuat kalian jatuh cinta tanpa alasan,
Yang akan kalian jadikan prioritas,
Bukan sekedar kalian banggakan di media sosial tapi kalian bohongi di kehidupan nyata.
Suatu hari nanti, kalian akan bertemu seseorang yang akan mendengarkan cerita kalian di sisa hidupnya.
Yang akan membuat kalian paham benar apa itu arti kata sayang.
Yang membuat kalian tidak sabar untuk menghabiskan hari tua bersama, berdua, tanpa ragu, tanpa sempat terpikir untuk berpindah ke lain hati.



Sepucuk Surat dari Ibu dan Ayah


Anakku...
ketika aku semakin tua,,
aku berharap kamu memahami dan memiliki kesabaran untukku

suatu ketika aku memecahkan piring,
atau menumpahkan sup diatas meja, karena penglihatanku berkurang
aku harap kamu tidak memarahiku
orang tua itu sensitif,,,
selalu merasa bersalah saat kamu berteriak

Ketika pendengaranku semakin memburuk,
dan aku tidak bisa mendengar apa ayang kamu katakan,
aku harap kamu tidak memanggilku "Tuli!"
mohon ulangi apa yang kamu katakan atau menuliskannya
Maaf, anakku... aku semakin tua

Ketika lututku mulai lemah,
aku harap kamu memiliki kesabaran untuk membantuku bangun
seperti bagaimana aku selalu membantu kamu saat kamu masih kecil, untuk belajar berjalan
aku mohon, jangan bosan denganku

Ketika aku terus mengulangi apa yang ku katakan,
seperti kaset rusak
aku harap kamu terus mendengarkan aku
tolong jangan mengejekku, atau bosan mendengarkanku
apakah kamu ingat ketika kamu masih kecil
dan kamu ingin sebuah balon?
kamu mengulangi apa yang kamu mau berulang-ulang
sampai kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan.

Maafkan juga bauku...
tercium seperti orang yang sudah tua
aku mohon jangan memaksaku untuk mandi
tubuhku lemah.....
Orang tua mudah sakit karena mereka rentan terhadap dingin
aku harap aku tidak terlihat kotor bagimu...
apakah kamu ingat ketika kamu masih kecil?
aku selalu mengejar-ngejar kamu... karena kamu tidak ingin mandi
Aku harap kamu bisa bersabar denganku,
ketika aku selalu rewel
ini semua bagian dari menjadi tua,,
kamu akan mengerti ketika kamu tua

Dan jika kamu memiliki waktu luang,
aku harap kita bisa berbicara
bahkan untuk beberapa menit
aku selalu sendiri sepanjang waktu
dan tidak memiliki seorang pun untuk diajak bicara
aku tahu kamu sibuk dengan pekerjaan
Bahkan jika kamu tidak tertarik dengan ceritaku
aku mohon berikan aku waktu untuk bersamamu
apakah kamu ingat ketika kamu masih kecil?
aku selalu mendengarkan apapun yang kamu ceritakan tentang mainanmu

Ketika saatnya tiba...
dan aku hanya bisa terbaring, sakit dan sakit
aku harap kamu memiliki kesabaran untuk merawatku
MAAF.......
kalau aku sengaja mengompol atau membuat berantakan
aku harap kamu memiliki kesabaran untuk merawatku,
selama beberapa saat terakhir dalam hidupku
aku mungkin tidak akan bertahan lebih lama

Ketika waktu kematianku datang
aku harap kamu memegang tanganku
dan memberikanku kekuatan untuk menghadapi kematian
dan jangan khawatir, ketika aku bertemu dengan Sang Pencipta
aku akan berbisik pada-Nya
untuk selalu memberikan berkah padamu
karena kamu mencintai, ibu dan ayahmu...

Terima kasih atas segala perhatianmu, nak...
kami mencintaimu dengan kasih yang berlimpah


Ibu & Ayah

Sumber : Menjadi pribadi yang bermanfaat

Kotak Semu Kehidupan


Seekor belalang lama terkurung dalam satu kotak. Suatu hari ia berhasil keluar dari kotak yang mengurungnya, dengan gembira dia melompat-lompat menikmati kebebasannya.

Di perjalanan dia bertemu dengan belalang lain, namun dia heran mengapa belalang itu bisa lompat lebih tinggi dan lebih jauh darinya.

Dengan penasaran dia bertanya, “Mengapa kau bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh dariku,padahal kita tidak jauh berbeda dari usia maupun ukuran tubuh?” Belalang itu menjawabnya dengan pertanyaan,

“Dimanakah kau tinggal selama ini? Semua belalang yang hidup di alam bebas pasti bisa melakukan seperti yang aku lakukan.”

Saat itu si belalang baru tersadar bahwa selama ini kotak itulah yang telah membuat lompatannya tidak sejauh dan setinggi belalang lain yang hidup di alam bebas.

Sering kita sebagai manusia, tanpa sadar, pernah juga mengalami hal yang sama dengan belalang tersebut. Lingkungan yang buruk, hinaan, trauma masa lalu, kegagalan beruntun, perkataan teman,tradisi, dan semua itu membuat kita terpenjara dalam kotak semu yang mementahkan potensi kita.

Sering kita mempercayai mentah-mentah apa yang mereka voniskan kepada kita tanpa berpikir dalam bahwa apakah hal itu benar adanya atau benarkah kita selemah itu? Lebih parah lagi, kita acap kali lebih memilih mempercayai mereka daripada mempercayai diri sendiri.

Tahukah Anda bahwa gajah yang sangat kuat bisa diikat hanya dgn tali yang terikat pada pancang kecil? Gajah sudah akan merasa dirinya tidak bisa bebas jika ada “sesuatu” yang mengikat kaki nya, padahal “sesuatu” itu bisa jadi hanya seutas tali kecil…

Sebagai manusia kita mampu untuk berjuang, tidak menyerah begitu saja kepada apa yang kita alami. Karena itu, teruslah berusaha mencapai segala aspirasi positif yang ingin kita capai. Sakit memang, lelah memang,tapi jika kita sudah sampai di puncak, semua pengorbanan itu pasti akan terbayar. Pada dasarnya, kehidupan kita akan lebih baik kalau kita hidup dengan cara hidup pilihan kita sendiri, bukan dengan cara yang di pilihkan orang lain untuk kita

Sehatpun Belum Tentu Saya Mencari Penggantinya Apalagi Dia Sakit


Eko Pratomo Suyatno, siapa yang tidak kenal lelaki bersahaja ini? Namanya sering muncul di koran, televisi, di buku-buku investasi dan keuangan. Dialah salah seorang dibalik kemajuan industri reksadana di Indonesia dan juga seorang pemimpin dari sebuah perusahaan investasi reksadana besar di negeri ini.

Usianya sudah tidak terbilang muda lagi, 60 tahun. Orang bilang sudah senja bahkan sudah mendekati malam, tapi Pak Suyatno masih bersemangat merawat istrinya yang sedang sakit. Mereka menikah sudah lebih 32 tahun. Dikaruniai 4 orang anak.



Dari sinilah awal cobaan itu menerpa, saat istrinya melahirkan anak yang ke empat, tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Hal itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnya-pun sudah tidak bisa digerakkan lagi.

Setiap hari sebelum berangkat kerja Pak Suyatno sendirian memandikan, membersih-kan kotoran, menyuapi dan mengangkat istrinya ke tempat tidur. Dia letakkan istrinya di depan TV agar istrinya tidak merasa kesepian. Walau istrinya sudah tidak dapat bicara tapi selalu terlihat senyum. Untunglah tempat berkantor Pak Suyatno tidak terlalu jauh dari kediamannya, sehingga siang hari dapat pulang untuk menyuapi istrinya makan siang.

Sorenya adalah jadwal memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil men-cerita-kan apa saja yg dia alami seharian. Walaupun istrinya hanya bisa menanggapi lewat tatapan matanya, namun begitu bagi Pak Suyatno sudah cukup menyenangkan. Bahkan terkadang diselingi dengan menggoda istrinya setiap berangkat tidur. Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun. Dengan penuh kesabaran dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke 4 buah hati mereka. Sekarang anak- anak mereka sudah dewasa, tinggal si bungsu yang masih kuliah.

Pada suatu hari, saat seluruh anaknya berkumpul di rumah menjenguk ibunya– karena setelah anak-anak mereka menikah dan tinggal bersama keluarga masing-masing– Pak Suyatno memutuskan dirinyalah yang merawat ibu mereka karena yang dia inginkan hanya satu ‘agar semua anaknya dapat berhasil’.

Dengan kalimat yang cukup hati-hati, anak yang sulung berkata : "Pak kami ingin sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak, bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu.” Sambil air mata si sulung ber-linang.

"Sudah keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa tua bapak, dengan berkorban seperti ini, kami sudah tidak tega melihat bapak, kami janji akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian". Si Sulung melanjutkan per-mohonan-nya.

"Anak-anakku, jikalau perkawinan dan hidup di dunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah lagi, tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian di sampingku itu sudah lebih dari cukup,dia telah melahirkan kalian, kalian yang selalu kurindukan hadir di dunia ini dengan penuh cinta yang tidak satupun dapat dihargai dengan apapun. Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti ini?. Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya seperti sekarang, kalian menginginkan bapak yang masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yang masih sakit.” Pak Suyatno menjawab hal yang sama sekali tidak diduga anak-anaknya.

Sejenak meledaklah tangis anak-anak Pak Suyatno, mereka-pun melihat butiran-butiran kecil jatuh di pelupuk mata Ibu Suyatno, dengan pilu ditatapnya mata suami yang sangat dicintainya itu.

Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan mereka-pun mengajukan pertanyaan kepada Pak Suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yg sudah tidak bisa apa-apa, disaat itulah meledak tangisnya dengan tamu yang hadir di studio kebanyakan kaum perempuan-pun tidak sanggup menahan haru.

Disitulah Pak Suyatno bercerita : "Jika manusia di dunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian itu adalah kesia-siaan. Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 anak yang lucu-lucu. Sekarang saat dia sakit karena berkorban untuk cinta kami bersama dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit.” Sambil me-nangis.  Sehatpun Belum Tentu Saya Mencari Penggantinya Apalagi Dia Sakit


Sumber : Sehatpun Belum Tentu Saya Mencari Penggantinya Apalagi Dia Sakit

Pentingnya Waktu

  • Kalau pengen tahu pentingnya waktu SEUMUR HIDUP, coba kau tanya pada narapidana seumur hidup!
  • Kalau pengen tahu pentingnya waktu SETAHUN, coba kau tanya pada murid yang tinggal kelas!
  • Kalau pengen tahu pentingnya waktu SEBULAN, coba kau tanya pada ibu yang melahirkan bayi prematur!
  • Kalau pengen tahu pentingnya waktu SEMINGGU, coba kau tanya pada editor majalah mingguan!
  • Kalau pengen tahu pentingnya waktu SEHARI, coba kau tanya pada orang yang akan menikah esok hari!
  • Kalau pengen tahu pentingnya waktu SEJAM, coba kau tanya pada kekasih yang menunggu untuk bertemu!
  • Kalau pengen tahu pentingnya waktu SEMENIT, coba kau tanya pada orang yang ketinggalan pesawat terbang!
  • Kalau pengen tahu pentingnya waktu SEDETIK, coba kau tanya pada orang yang baru saja terhindar dari kecelakaan!
  • Kalau pengen tahu pentingnya waktu SEMILI DETIK, coba kau tanya pada runner up balap motor dunia!
Kalau pengen tahu pentingnya waktu, coba kau tanya pada diri kita… pastilah kita akan tahu, betapa sempit dan berharganya waktu di dunia ini.

Airmata Kerang Mutiara

Pada suatu hari seekor anak kerang di dasar laut mengadu dan mengeluh pada ibunya sebab sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah dan lembek.

“Anakku,” kata sang ibu sambil bercucuran air mata, “Tuhan tidak memberikan pada kita, bangsa kerang, sebuah tangan pun, sehingga Ibu tak bisa menolongmu.”

Si ibu terdiam sejenak, “Sakit sekali, aku tahu anakku. Tetapi terimalah itu sebagai takdir alam. Kuatkan hatimu. Jangan terlalu lincah lagi. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa kau perbuat”, kata ibunya dengan sendu dan lembut.

Anak kerang pun melakukan nasihat bundanya. Ada hasilnya, tetapi rasa sakit bukan kepalang. Kadang di tengah kesakitannya, ia meragukan nasihat ibunya.

Dengan air mata ia bertahan, bertahun-tahun lamanya. Tetapi tanpa disadarinya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin berkurang. Dan semakin lama mutiaranya semakin besar. Rasa sakit menjadi terasa lebih wajar.

Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir mutiara besar, utuh mengilap, dan berharga mahal pun terbentuk dengan sempurna. Penderitaannya berubah menjadi mutiara; air matanya berubah menjadi sangat berharga.

Dirinya kini, sebagai hasil derita bertahun-tahun, lebih berharga daripada sejuta kerang lain yang cuma disantap orang sebagai kerang rebus di pinggir jalan.

Si Kaya dan Si Miskin

Tersebutlah dua keluarga berdampingan rumah atau bertetangga. Yang satu adalah keluarga kaya raya dengan rumah gedung besar dan mewah, keluarga sebelahnya adalah keluarga miskin dengan rumah reyot dengan dinding dan atap yang bolong-bolong.

Suatu hari keluarga yang kaya sedang melintas di depan rumah si orang miskin yang nampak sedang makan dengan lahapnya sampai tiada sebutir nasipun tersisa di atas piring butut yang dipakai untuk makan.

Keluarga kaya heran dan bertanya,"Apa yang membuat kalian makan sangat asyik dan lahap, kalian makan apa? Lauk dan sayurnya apa?"

Keluarga miskin menjawab,"Sebenarnya kami hanya makan tiwul, kadang-kadang nasi doang atau bahkan kami lebih sering makan nasi aking, kuah sayur seadanya dan lauknya sambel terasi murahan."

Keluarga kaya bertanya,"Kok bisa makan enak apa rahasianya?"

Keluarga miskin menjawab,"Rahasianya mudah, yaitu setiap orang sebelah masak kami pun segera menyiapkan makanan dan selagi masakan di tetangga sebelah mengeluarkan bau harum maka kami pun menghirup bau semerbak makanan dari sebelah sambil menelan nasi aking, tiwul atau apapun yang kami makan hari itu. Ini sangat membantu nafsu makan kami."

Keluarga kaya berkata,"Rupanya kamu sekalian telah mencuri bau masakan dari dapur kami, pencurian ini harus mendapat hukuman setimpal dan kami akan menuntut ganti rugi."

Keluarga kaya segera bergegas ke Kantor Polisi dan melaporkan perihal pencurian itu. Perkara pun dengan segera naik ke pengadilan, maklumlah pengaduan dilakukan oleh orang kaya yang berpengaruh.

Hari pengadilan tiba dan keluarga miskin diadili.

Hakim bertanya,"Apakah benar kamu sekeluarga setiap hari menghirup bau makanan dari tetangga sebelah?"

Keluarga miskin menjawab,"Benar, Pak Hakim."

Hakim bertanya lagi,"Apakah benar kamu menghirup bau makanan tanpa ijin dari yang punya makanan?"

Keluarga miskin pun menjawab,"Benar, yang mulia."

Hakim bertanya lagi,"Apakah benar nafsu makan kamu bertambah setiap menghirup bau masakan tetangga kaya?"

Keluarga miskin menjawab,"Benar sekali, Pak Hakim."

Hakim kemudian berkata,"Berarti kamu memang bersalah dan untuk itu kamu si keluarga miskin harus membayar 100 kepeng uang logam."

Si miskin menangis begitu hakim memutuskan bahwa dia harus membayar ganti rugi kepada si kaya.

Kemudian si miskin berkata kepada hakim,"Yang mulia, saya akan berusaha sekuat tenaga untuk membayar denda itu. Tapi mohon saya diberi waktu untuk mencari uang."


Hakim menjawab,"Carilah uang itu dan segera laporkan, uang itu akan dipakai membayar kerugian tetangga kaya."

Masalah ini sampai ke telinga seorang bijak yang sering membantu orang miskin. Dia pun mendatangi keluarga miskin dan mendalami masalah dan musibah yang menimpa tetangga miskin. Si orang bijak bersedia membantu untuk membayar denda 100 kepeng uang logam.

Pada hari yang ditentukan si orang bijak pun mendampingi keluarga miskin untuk menghadap Hakim.

Sidang pengadilan hari itu dihadiri oleh keluarga kaya dan para saksi. Keluarga kaya hari itu sungguh bersuka cita membayangkan 100 uang kepeng yang akan didapat dari tetangga miskin, sebaliknya tetangga miskin sangatlah bersedih dan susah karena tidak tahu apa yang akan diperbuat si orang bijak yang mau membela mereka.

Hakim bertanya,"Keluarga miskin apakah sudah siap dengan 100 uang kepeng logam?"

Si orang bijak menjawab,"Pak Hakim, saya yang akan membayar kerugian tetangga kaya sebesar 100 kepeng uang logam."

Hakim pun menjawab,"Baiklah kalau begitu. Mari kita lihat dan hitung uangnya. Hai tetangga kaya majulah untuk melihat uang kepeng logam itu dan menghitungnya supaya sah.

Si Orang bijak mengeluarkan kantung yang berisi uang dan sebuah wadah dari gelas besar yang tembus pandang. Dia pun mengajak orang untuk menghitung bersama. Karena harga yang dibayar sebesar 100 kepeng dan nilai uang kepeng yang dimiliki adalah 10 berarti akan ada 10 uang kepeng.

Si orang bijak mengeluarkan satu buah uang kepeng dan melemparkan ke dalam wadah hingga terdengar bunyi berdenting dan berteriak satu kepeng, diikuti oleh suara para saksi: satu kepeng, dua kepeng, dan seterusnya. 

Setelah genap seratus kepeng, orang bijak bertanya,"Apakah semua sudah melihat uang seratus kepeng tadi?" 

Semua menjawab,"Ssssuuuudaaaah!"

"Apakah kalian sudah mendengar bunyi dentingan uang kepeng yang masuk ke dalam wadah gelas tadi?"

Sekali lagi semua menjawab serempak,"Ssssuuuuuddddaaaah!"

Orang bijak kemudian berkata,"Kalau begitu, uangnya saya ambil lagi karena kalian sudah melihat dan mendengar suara dentingan uang kepeng ini. Suara dentingan uang kepeng ini sama dengan bau sedap makanan dari keluarga kaya yang dihirup oleh keluarga miskin. Dengan demikian semua sudah terbayar lunas."

Para saksi tak dapat berkata apa-apa, demikian pula keluarga kaya tak dapat mengucapkan sepatah kata pun.

Hakim kemudian memutuskan,"Karena tidak ada yang keberatan dengan cara pembayaran tadi maka dengan ini perkara dianggap selesai dan sidang pun kami tutup."

Keluarga miskin pun tersenyum lebar dan berterima kasih kepada si orang bijak dan kepada Pak Hakim.



Pengemis vs Manager

Pada suatu siang, Seorang manager perusahaan elektronik dengan penuh keheranan menegur seorang pengemis yang sedang antri memesan makan siang bersamanya di KFC.

Manager : Pak, cape ya abis ngemis? Laper ya pak..?

Pengemis : Biasa aja tuh, hari ini saya udah makan tiga kali koq.

Manager : Loh..? uangnya cuman buat makan bapak doank? Anak dan istri di rumah makan apa?

Pengemis : Kayak orang susah aja..! Tadi pagi saya sekeluarga abis ngerayain ultah anak saya yang kelima di Mc. Donald bareng guru-guru dan teman-teman sekolahnya. Siang ini istri dan anak saya barusan BBM saya, mereka lagi makan di Pizza HUT tau!

Manager sampai kebingungan dan berkata : Emank bapak ngemis satu hari dapet berapa..?

Pengemis : Nih ya.. Saya kasih tau..!!

Saya ngemis dari jam 07.00-17.00.

Lampu merah atau hijau waktunya 60 detik. Setiap 60 detik paling nggak saya bisa dapet 2.000.

1 jam = 60 kali lampu merah/hijau

60 x 2.000 = 120.000 /jam

1 hari saya kerja 10 jam, 1 jam buat istirahat jadi 9 jam.

9 jam x 120.000 = 1.080.000/hari.

1 bulan saya kerja 26 hari.

26 hari x 1.080.000 = 28.080.000/bulan.

Manager sampai kaget dan bengong mendengar cerita pengemis itu..

Pengemis berkata : Emank mas jadi manager, gaji per bulannya berapa..?

Manager : 15.000.000

Pengemis : Ijasah..?

Manager : S-2

Pengemis : Saya jadi prihatin dech lihat penderitaan mas!!! Pasti abis banyak duit ya mas buat kuliah??? blom lagi kerja kena marah ama boss. Kepala mas isinya pasti penuh soal kerjaan mulu. Mending mas ngemis aja. Biar kaya seperti saya. Saya ngemis udah 20 tahun, udah punya 2 mobil BMW buat saya dan istri saya, kartu kredit platinum, Apartemen, rumah di kawasan elite, anak saya belajar di international school dan saya sekeluarga sudah keliling dunia, minimal dua kali dalam setahun.

Manager: …. huaaaaaaaa

Arti Orang Tua

Konon di Jepang dulu pernah ada tradisi membuang orang yang sudah tua ke hutan. Mereka yang dibuang adalah orang tua yang sudah tidak berdaya sehingga tidak memberatkan kehidupan anak-anaknya.

Pada suatu hari ada seorang pemuda yang berniat membuang ibunya ke hutan, karena si Ibu telah lumpuh dan agak pikun. Si pemuda tampak bergegas menyusuri hutan sambil menggendong ibunya. Si Ibu yang kelihatan tak berdaya berusaha menggapai setiap ranting pohon yang bisa diraihnya lalu mematahkannya dan menaburkannya di sepanjang jalan yang mereka lalui.

Sesampai di dalam hutan yang sangat lebat, si anak menurunkan Ibu tersebut dan mengucapkan kata perpisahan sambil berusaha menahan sedih karena ternyata dia tidak menyangka tega melakukan perbuatanini terhadap ibunya.

Justru si Ibu yang tampak tegar, dalam senyumnya dia berkata,"Anakku, Ibu sangat menyayangimu. Sejak kau kecil sampai dewasa Ibu selalu merawatmu dengan segenap cintaku. Bahkan sampai hari ini rasa sayangku tidak berkurang sedikitpun. Tadi Ibu sudah menandai sepanjang jalan yang kita lalui dengan ranting-ranting kayu. Ibu takut kau tersesat, ikutilah tanda itu agar kau selamat sampai di rumah..."

Setelah mendengar kata-kata tersebut, si anak menangis dengan sangat keras, kemudian langsung memeluk ibunya dan kembali menggendongnya untuk membawa si Ibu pulang ke rumah. Pemuda tersebut akhirnya merawat Ibu yang sangat mengasihinya sampai Ibunya meninggal.

Orang tua bukan barang rongsokan yang bisa dibuang atau diabaikan setelah terlihat tidak berdaya. karena pada saat engkau Sukses atau saat engkau dalam keadaan Susah, hanya orang tua yang mengerti kita dan batinnya akan menderita kalau kita susah.

Orang tua kita tidak pernah meninggalkan kita, bagaimanapun keadaan kita, walaupun kita pernah kurang ajar kepada orang tua... Namun Bapak dan Ibu kita tetap mengasihi kita.

Mulai sekarang mari kita lebih mengasihi orang tua kita selagi mereka masih hidup.