Menghargai Proses

Seorang gadis kecil membolak-balik lembaran buku tulisnya. Mulai dari lembar halaman pertama, dia buka satu per satu halaman demi halaman. Dilihatnya gambar rumah yang dibuatnya ketika pertama kali masuk sekolah. Dengan sabar sang Ibu melihatnya mengomentari setiap gambarnya.

"Hari pertama aku masuk sekolah, aku tidak bisa membuat gambar sebuah rumah, dindingnya masih miring, pintunya berukuran sama dengan jendela… aku tidak pandai !"

"Hari selanjutnya aku sudah menggambar rumah dengan ukuran yang seimbang, tapi didalamnya hanya kuisi gambar tempat tidur, tempat belajar dan meja makan… aku kan perlu tempat bermain… aku masih tidak pandai !"

"Beberapa bulan berikutnya aku sudah menggambar rumah dengan seisi rumahnya.. ah, tapi ada yang terlupa, aku belum cat dinding rumahnya !"

"Ah alangkah tidak pandainya aku ! buat apa aku masih belajar dan sekolah lagi…!" teriaknya sambil membuang buku gambarnya.

Pagi harinya ketika dia bangun dari tidurnya, dia terkejut karena mendapati buku gambar yang sudah dibuangnya kemarin terletak rapi di meja belajarnya dalam keadaan terbuka dan sudah ada gambar sebuah rumah yang bagus lengkap dengan halaman dan taman bermain. Ia berlari memanggil Ibunya.

"Ibu… Ibu… ada gambar rumah bagus sekali di buku gambarku, Ibu ya yang menggambarnya ? "

"Iya, kamu suka ?" tanya ibunya.

Dengan wajah berseri ia mengganggukkan kepala sambil berkata," aku menyukainya, Bu, ada bunga warna-warni di taman, ada kupu-kupu yang terbang, ada air mancur dan kolam… wow… indah sekali Bu… Mengapa Ibu bisa menggambar sebagus itu dan aku tidak bisa ?"

"Kamu pasti bisa, tapi untuk bisa membuat gambar seindah itu kamu perlu proses untuk tumbuh, perlu waktu untuk belajar dan naik kelas."

Moral cerita :

  • Terkadang timbul penyesalan bila kita membalik ke lembaran hidup kita di masa lalu dimana kita merasa kurang bahkan tidak melakukan sesuatu dengan baik. Berulang kali kita berusaha melakukan yang terbaik namun terkadang kita merasa masih belum cukup.
  • Perasaan menyesal yang dalam sering membuat kita kehilangan pengharapan dan merasa tidak ada gunanya untuk melanjutkan apa yang sudah kita lakukan. Seakan terlambat untuk memperbaikinya. Rasanya buku hidup kita ingin kita buang begitu saja.
  • Kadang harus jatuh bangun dalam menghadapi hidup. Kadang semangat, kadang hilang kekuatan. Kadang gambar kita jelek atau malah kita tidak juga bisa bertumbuh, malah tinggal kelas.
  • Namun masih adanya "lembaran kertas" yang masih kosong dan hari-hari di depan kita, adalah kesempatan untuk bisa lebih belajar menggambar dan mewarnai lembaran hidup kita dengan hal-hal yang lebih baik, lebih indah dan lebih bermakna.
  • Seterpuruk apapun hidup kita, kesempatan untuk melihat hari panas dan hujan, sinar matahari dan bintang, dan alunan merdu sebuah lagu, serta senyum bahagia orang tua, anak, saudara dan teman-teman kita, adalah anugerah yang tidak setiap orang miliki. Jika kita masih memilikinya, tersenyumlah …. menggambar dan warnailah seindah dan sebaik yang bisa kita lakukan. Selebihnya, Sang Pemberi Hidup pasti akan melengkapi dan memberi yang terbaik.