Jual Ikan Segar

Pak Ho mulai berjualan ikan segar di pasar tradisional, di pinggir kota Guang Zhou. Ia memasang papan pengumuman menggunakan papan yang bertulisan. “Disini Jual Ikan Segar.” Ia lalu menaruhnya di dekat meja dagangannya.

Tidak lama kemudian datanglah seorang pengunjung yang menanyakan tentang tulisannya, “Pak Ho, mengapa kamu menulis kata DISINI? Bukankah semua orang sudah tahu kalau kau berjualan DISINI, bukan DISANA?”
“Benar juga!,” pikir Pak Ho, lalu ia mengambil pembersih cat dan dihapusnya kata “DISINI” dan tinggallah tulisan “JUAL IKAN SEGAR”.

Tidak lama kemudian datang pengunjung kedua yang juga menanyakan tulisannya. “Pak Ho, mengapa kamu memakai kata SEGAR? Bukankah semua orang sudah tahu kalau yang kau jual adalah ikan segar, bukan ikan busuk?”
“Benar juga,” pikir Pak Ho, lalu ia kembali mengambil pembersih cat dan dihapusnya kata ‘SEGAR’ dan tinggallah tulisan “JUAL IKAN”.

Sesaat kemudian datanglah pengunjung ketiga yang juga menanyakan tulisannya, “Pak Ho, mengapa kamu menulis kata JUAL? Bukankan semua orang sudah tahu kalau ikan ini untuk dijual, bukan dipamerkan?”
Pak Ho berpikir sebentar lalu kembali mengambil pembersih cat dan dihapusnya kata JUAL dan tinggallah tulisan ‘IKAN’.

Selang beberapa waktu kemudian, datang seorang pengunjung keempat yang juga menanyakan tulisannya. “Mengapa kau tulis kata IKAN? Bukankan semua orang sudah tahu kalau ini ikan bukan daging?”
“Benar juga,” pikir Pak Ho, lalu diturunkannya papan pengumuman itu.

Kemudian datanglah pengunjung kelima, tampaknya ia sudah lelah berkeliling di pasar. Pembeli itu berkata, “Aku sudah berkeliling mencari penjual ikan, tetapi trnyata kamu ada disini. Sebaiknya kamu memasang papan yang bertuliskan ‘DISINI JUAL IKAN SEGAR”. Pak Ho pun terdiam.

Banyak orang di sekitar kita yang akan selalu memberikan pendapat mereka tentang kita. Rambut kurang panjang, gigi kurang rapi, pakaian kurang trendy, badang kurang kurus. Padahal kalau kita melakukan apa yang mereka sarankan, belum tentu itu menyenangkan yang lainnya.

Bukankah kita sendiri yang cape mengikuti keinginan orang. Bagaimana kalau kita mengikuti keinginan Tuhan saja dan tidak terus menerus berusaha menyenangkan manusia.



* RumahRenungan.

0 comments: