Si bos enak bener kerjaannya, duduk tanda tangan, dapet duit! Cuih.
Pikiran sebagian besar dari kita di saat-saat tergelap jam kerja yang sangat menuntut, dikejar tenggat waktu yang sangat menggelikan, dan menerima gaji yang… ehm.. pas-pasan. Ya wajar lah, namanya juga karyawan. Selalu mengeluh itu termasuk dari job description yang tidak tertulis, atau ya minimal salah satu hak asasi karyawan yang sifatnya mutlak (walaupun juga karangan sendiri).
Jarang ada karyawan yang ikut memikirkan kesejahteraan si bos, yang ada (mungkin) malah bahagia mendengar bosnya masuk rumah sakit. “Sukurin lu kena stroke, mikirin perut sendiri sih, bukan karyawan!!!”. Ya mungkin sah-sah saja ya kalau memang si bos tukang korupsi uang jamsostek karyawan, tapi jelas tidak semua bos seperti itu. Memang momok seorang bos yang (terlihat) tidak melakukan apa-apa di kantornya yang luas, dingin dan punya toilet pribadi; yang membuat sebagian besar karyawannya yang bekerja di lapangan bercucur keringat setiap hari jadi mempunyai pemikiran seperti itu.
Melihat beberapa orang beruntung yang bisa menjadi seorang yang mempunyai bawahan (kakak saya, ibu saya, bahkan beberapa teman-teman saya), ternyata sangat tidak mudah untuk jadi bos. Bos itu kan pemimpin, dan layaknya seorang raja romawi ketika berperang, dia berlari di depan menerjang musuh dengan resiko mati lebih dulu dibandingkan prajurit-prajuritnya. Bahkan bukannya tidak mungkin ada prajuritnya yang menusuk dari belakang. Sudah berapa kali kakak saya ditipu bawahannya yang bawa kabur barang dagangan, sudah tidak terhitung berapa karyawan ibu saya yang keluar kerja tanpa pamit hanya meninggalkan kasbon jutaan rupiah, belum lagi keluh kesah dari teman-teman “bos” saya yang macam-macam ceritanya, dari A sampai Z. Yaa biarpun teman-teman saya cuma dagang dawet, kebab, kaos atau mug, mereka tetap bos kan hitungannya?
Saya pun pernah mencicipi rasanya menjadi bos. Karena jualan donat, berarti saya bos donat (walaupun cuma sebentar, karena tidak lama setelah buka bangkrut juga). Setelah berpikir cukup lama, akhirnya saya berani buka celengan dan membeli sebuah usaha franchise donat. Biarpun karyawan cuma 2, tapi ada kebanggaan tersendiri bisa menghidupi orang. Bulan pertama, merasakan profit senangnya luar biasa! Namanya juga bos newbie, baru dapat profit sedikit pengawasan mulai lengah, outlet yang dulu ditongkrongin tiap hari mulai diserahkan ke satu karyawan perempuan yang (tampaknya) manis. tak bersalah dan syariah. Bulan kedua, lho kok profit menurun? Hmmm… bulan ketiga lebih kaget lagi, lah kok pengeluaran dan pemasukan impas? Setelah cek pembukuan, baru tahu ternyata profit bulan kedua dan ketiga dimakan si karyawan perempuan. Modar.
Sejak itu penghasilan mulai menurun dan kekhawatiran saya beralih dari “bagaimana mendapat profit?”menjadi “bagaimana menggaji karyawan?”. Bahkan sampai di suatu titik ketika usaha itu akhirnya merugi dan saya harus menyuntik dana dari penghasilan saya di luar, untuk operasional, gaji bahkan THR. Sempat beberapa kali berpikir untuk menutup tetapi yang ada di pikiran saya hanya “gimana karyawan gue kalo gue tutup, dia kerja apaan? Dia makan apaan?”. Singkat cerita, mau tidak mau akhirnya usaha itu harus ditutup juga, karena sudah mulai berdarah-darah. Habis deh karir saya sebagai seorang bos donat.
Di suatu kesempatan ketika sedang melihat iklan mobil Mercedes Benz bekas di internet (saya hobi melakukan ini, walaupun belum punya uangnya untuk beli juga sih), saya menemukan sebuah mobil dengan tipe yang cukup langka sedang dijual. Di keterangannya tertulis “Terpaksa jual, income perusahaan lagi ga bagus sementara tetep harus bayar gaji karyawan nih gan”. Harga mobil itu sekitar 500 juta, katakan perusahaannya harus mengeluarkan sekitar 80 juta untuk gaji karyawan per bulan, berarti karyawannya bisa digaji sampai setidaknya 6 bulan lagi, mengesampingkan fakta apakah perusahaannya bisa bangkit lagi atau tidak; yang penting karyawan bisa hidup dulu.
Seorang bos, owner, atau direksi yang baik pasti akan setuju dengan argumen saya di atas. Jadi tidak adil rasanya kalau kita menuntut begitu banyak tanpa mengetahui ada apa di balik tanggung jawab seorang bos. Semakin besar seorang bos, semakin banyak hajat hidup orang banyak yang harus dia pikirkan, tidak hanya karyawannya, tapi juga istri dan anak-anak karyawannya. Ini juga jadi pertimbangan buat anda yang calon bos lho. Employees comes first, that’s a good boss! Makanya banyak bos yang sakit stroke, serangan jantung, lever atau ya minimal pada botak-botak kan? Mikirinnya orang banyak gitu, gimana gak stress?
Boss, kasian juga yah kamu.
ctrl+C dari sini ahahag
0 comments:
Post a Comment