Seorang pensiunan guru berjalan menuju kasir di K-Mart, supermarket yang lumayan terkenal di kota itu. Kaki kirinya terasa sakit, ia berharap tidak lupa untuk meminum semua pilnya tadi pagi. Satu pil untuk tekanan darah tinggi, satu pil untuk pusing-pusing, dan satu pil lagi untuk penyakit rematiknya yang kadang kambuh.
“Syukurlah aku telah pensiun beberapa tahun lalu” katanya kepada diri sendiri. “Masihkah aku kuat mengajar anak-anak sekarang ?”
Begitu tiba di depan antrian kasir yang penuh, ia melihat seorang lelaki dengan empat orang anak beserta istrinya yang hamil. Mantan guru itu tidak dapat melepaskan pandangannya dari tato di leher orang itu. “Pasti ia pernah dipenjara”, pikirnya.
Ia terus memperhatikan penampilan pria itu. Dari cara pria itu berpakaian, mantan guru itu berkesimpulan bahwa ia adalah seorang anggota geng. Mata pensiunan tua itu tambah terperanjat ketika melihat kalung yang dikenakannya, bertuliskan “Parlson” – pasti ini adalah nama orang itu. Parlson dikenal sebagai kepala geng di daerah itu, tidak ada satupun orang yang berani padanya. Ia dikenal sebagai orang yang tidak ramah.
Sewaktu Parlson datang ke rombongan antrian, spontan orang-orang menyediakan tempat kepada dia untuk antri terlebih dulu. Setelah Parlson hampir tiba di antrian terdepan, matanya tertuju pada mantan guru itu.
“Silahkan Anda lebih dulu” mantan guru itu berkata.
“Tidak, Anda yang harus lebih dulu..” balas lelaki itu.
“Tidak, anda membawa istri dan banyak anak, anda harus antri lebih dulu” kata mantan guru itu kepada Parlson.
“Kami sangat menghormati orang tua..” tegas lelaki itu. Dan bersamaan dengan itu, dengan gerak tangannya yang sangat sopan, ia menyilahkan wanita tua itu untuk mengambil tempat didepannya.
Seulas senyum tergurat pada bibirnya ketika sang mantan guru lewat di depan lelaki itu. Tetapi sebagai seorang yang berjiwa guru, ia tidak dapat melewatkan kejadian istimewa ini begitu saja. Mantan guru itu lalu berpaling ke belakang.
“Anda sopan sekali.. terima kasih, siapa yang mengajarkan ini kepada Anda ?”
Dengan sikap yang sangat hormat, lelaki itu berkata, “Tentu saja Anda, Ibu Simpson, sewaktu saya masih kelas tiga dulu.”
Lelaki itu kemudian mengambil sikap menunduk dengan hormat – lalu pergi menuju antrian yang paling belakang.
(Dari “The Babyflight” oleh Paul Karrer)
0 comments:
Post a Comment